Senin, 28 Maret 2011

Karena Engkau Berharga....

Sebuah cerpen Penggugah Jiwa,
Karya Sahabat Terbaik A!r

Seekor Muray terbang melayang melintas cakrawala, bersiul riang mempercantik irama nyanyian alam.  Kesana kemari sambil menghempaskan penat, semakin lama semakin merendah. Ia melihat sejumput rumput liar sedang tertunduk lesu mengusik keceriaan.   
“Tak biasanya..” pikirnya, kemudian ia terbang semakin landai.
“Assalamu’alaykum, teman!” Muray menyapa dengan ramah.
“Wa’alaykum salam, kawan!” jawab si rumput dengan senyum yang dipaksakan.
“Apa yang terjadi? Sepertinya segelintir masalah sedang bertengger dibalik senyummu itu..”
“Ah, hanya masalah kecil, tidak terlalu penting!”
Sekecil apapun masalah tetaplah masalah, akan berkurang setengahnya apabila kita saling berbagi.
“Tapi kau tidak akan mengerti..”
“Mungkin aku bisa membantu, aku tidak akan bisa bersiul sementara ada saudaraku yang menghadapi kesulitan.”
“Baiklah, jika kau memaksa.” Kemudian rumput itu melanjutkan.
“Hmmm.. akhir-akhir ini aku merasa.. Mengapa aku diciptakan sebagai rumput liar yang selalu diinjak-injak dan tak dihiraukan oleh manusia. Mengapa mereka dengan tanpa perasaan menginjak kami, perlakuan mereka pun berbeda bila berjalan di atas rumput lain, rumput Jepang misalnya. Memang tubuh mereka lebih indah dibanding kami, tapi sebagai sesama rumput, kami pun mempunyai hak yang sama bukan? Apakah penghargaan itu hanya diberikan kepada yang molek saja? Kalau begitu Tuhan tidak adil menciptakan kami seperti ini. Mengapa kami tidak diciptakan seperti mereka? Atau sepertimu, bisa terbang bebas tanpa ada yang bisa menginjak, setiap manusia menengadah bila melihatmu seolah engkau adalah agung... Aku... hanya tak habis pikir..” curahan hati si Rumput diakhiri dengan nada yang hampa.
Muray agak terkejut mendengar cerita si Rumput, namun...
“Saudaraku, tahukah engkau bahwa Tuhan itu Mahaadil? Aku tidak sedang berbohong atau melebih-lebihkan, tapi memang begitu adanya.” Muray memulai dengan menyebut nama Tuhan.
“Sudah kubilang kau tidak akan mengerti Muray, karena kau tidak merasakan apa kami rasakan. Karena kau bukanlah sejumput rumput..!” sanggah si Rumput dengan nada kecewa.

“Saudaraku,” Muray tetap bersabar.
“Memang rumput liar adalah rumput yang paling jarang dihiraukan oleh manusia, yang selalu diinjak-injak, aku mengerti, sepenuhnya mengerti meskipun tidak pernah merasakannya. Memang rumput selalu ditanam dibawah, dan bisa ditemukan dimana saja dengan harga yang murah atau terkadang tidak berharga sama sekali. Namun setiap makhluk diciptakan dengan kelebihan dan kekurangan, menurutku itu semua justru adalah kelebihanmu, wahai saudaraku.”
“Aku tak mengerti apa yang baru saja kau katakan Muray...” Rumput mengernyitkan alisnya. Muray tersenyum bijak,
“Kokoh, engkau adalah kokoh meski berkali-kali diinjak. Kau tetap berdiri, tak kurang sesuatu apapun.”
“Rendah hati, manusia boleh tak menghiraukan karena kau memang tak mencolok, padahal tahukah wahai sahabat, engkau telah memberikan kehidupan bagi kami para hewan, memberikan perlindungan bagi cacing dan yang lain. Biarlah mereka tak perlu tahu, karena itu akan membuatmu besar kepala.”
Si rumput mulai tertunduk, matanya berkaca-kaca...
“Harga murah bukan berarti kau rendah, melainkan memberi kesempatan pada setiap golongan manusia untuk mampu mendapatkanmu. Bila hargamu mahal, bagaimana dengan kuda yang tidak akan makan, karena pemiliknya tak mampu membelimu? Bagaimana dengan sapi yang tidak akan mampu mengeluarkan susunya karena dia sendiri pun tak mendapat pasokan makanan.”
“Kelembutan yang kau berikan pada setiap anak manusia memberikan kedamaian bagi mereka ketika melepaskakn lelah dengan merebahkan tubuhnya padamu.”
“Meskipun selalu berada di bawah, tetapi engkau masih tetap berada di atas tanah, saudaraku. Kau lihat tanah? Ia bahkan lebih menderita, tapi pernahkah ia mengeluhkan semua itu? Tidak, karena ia tahu tugasnya, sebagai pijakan. Mungkin kau memang merana, tapi ketahuilah masih banyak yang lebih menderita dibandingkan kita.”
“Galilah dirimu lebih dalam, sahabat, karena di situlah kau akan tahu betapa Tuhan Menciptakanmu dengan segala kesempurnaan penciptaan. Kau boleh tak mempunyai bunga, tapi bunga kehidupan adalah milikmu. Kau boleh tak memiliki keharuman yang dapat menarik simpati tapi tanpa itu pun banyak yang bergantung padamu. Tak mengapa kau tak menjulang tinggi karena itu memberikan kesempatan bagi siapapun untuk dapat menggapaimu.”
Butiran air mata mulai berjatuhan, si rumput semakin tertunduk.
“Ketahuilah saudaraku, dengan mengenal diri sendiri kau akan lebih mengenal Tuhan.
“Masing-masing dari kita memiliki tugas yang berbeda, dan Dia menciptakan segala sesuatu sesuai dengan perannya sendiri-sendiri.”
“Meskipun aku bisa terbang, siapa saja bisa menyakitiku. Bebas? Belum tentu. Terkadang kami menarik perhatian manusia sehingga mereka menangkap kami, adakah manusia yang menangkap lalu mengurungmu? Aku rasa tidak.”
“Lalu bagaimana dengan rumput Jepang? Memang mereka lebih elok daripadamu, tapi apakah mereka sekuat dirimu? Boleh jadi dia lebih berharga darimu, tapi apakah memberi kesempatan kepada setiap makhluk untuk memilikinya?”
Si Rumput mengeleng lemah.
“Wahai sahabat, Tuhan itu Mahaadil dan akan selamanya seperti itu. Dialah yang mengajari kita apa itu kehidupan. Dia yang menjadikan kita sebagai bahan pembelajaran bagi orang-orang yang berpikir. Usahlah manusia menghargai kita, cukup Tuhan yang mengetahuinya, karena Dialah sebaik-baiknya Saksi.”
Si Rumput tak berkata-kata, tapi Muray tahu bahwa ia telah mendapat pelajaran baru.
“Semoga percakapan kita ini bukanlah percakapan yang sia-sia. Selamat tinggal saudaraku, ingatlah selalu bahwa Tuhan tetap bersama kita. Assalamu’alaykum, Sahabat!” sambil tersenyum, Muray melambaikan sayapnya dan mulai terbang.
”Wa’alaykumussalam, Muray, terima kasih” jawab si Rumput sambil menangis haru.
Muray pun terbang semakin tinggi, hendak mencari pembelajaran baru kembali.
Namun... Tak lama kemudian...
DZINGNGNGNG...!
Sebuah peluru senapan angin menembus tepat di jantung Muray yang jatuh seketika. Darahnya menggenang membasahi Si Rumput yang tercengang.
“Hahaha!  Akhirnya ada juga yang bisa kumakan hari ini!” seorang pemburu membawa tubuh Muray dengan genggaman kuat, meninggalkan bercak darah yang menempel pada tubuh si rumput bersama dengan kehangatan cintanya...


“Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia...”
(Q.S. Ali Imran: 191)

0 komentar:

Posting Komentar

My Birthday....

Daisypath - Personal pictureDaisypath Happy Birthday tickers